Minggu, 06 November 2011

Perempuan Memang Empu

Menyambut Hari Wanita Internasional 8 Maret 2011
____________________________________________________________________________________________________________________________
Perempuan Memang Empu
Oleh Ayu Bella Fauziah
Peminat Kajian Sosial serta Feminisme

Figur wanita senantiasa menawan diurai. Dulu, perempuan diidentikkan dengan dapur, sumur dan kasur. Dalam bahasa Arab dinamakan ummun wa rabbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga). Kini, wanita makin spektakuler serta populer.
Kehadiran peremuan kian maksimal dan optimal. Profil mereka kaya dengan asa optimistis serta sikap realistis. Tiada bidang yang tak dimasuki. Ini menunjukkan jika wanita bukan makhluk kelas dua. Perempuan justru dianggap manusia suci murni di atas permukaan planet bumi.
Tidak bisa dipungkiri bila wanita merupakan sumber cinta kasih. Dalam rumah tangga, perempuan alias ibu menjadi pusat. Ia ikon moralitas dan sumber kehidupan bagi anak. Wanita merupakan saripati kehidupan. Aspek tersebut menandaskan kalau kemurnian perempuan melambangkan keutuhan serta keharmonisan rumah tangga.
Sosok wanita dinilai lebih membumi. Sedangkan pria kerap terpesona oleh rencana-rencana brilian di atas menara gading. Kaum Adam leluasa memilih profesi. Mereka memimpikan kehidupan mapan, namun, malas bergerak mewujudkannya Sementara perempuan ulet bekerja keras dan penuh tanggung jawab.
Tak dapat dipungkiri jika mayoritas laki-laki tergantung pada wanita (ibu atau istri). Sedangkan perempuan jarang menggantungkan nasibnya pada lelaki. Dengan demikian, wanita yang sebenarnya memiliki pria. Bukan laki-laki mempunyai perempuan. Ihwal itu dipertegas bahwa di balik tiap lelaki sukses selalu ada wanita luar biasa. Contoh aktual yang bisa ditengok adalah Bill Clinton. Ia sukses dua kali memenangkan Pilpres AS. Maklum, ditopang perempuan kokoh bernama Hillary Rodham. Sekarang, Hillary menjabat Menlu AS kala Clinton menganggur di dunia politik.
Dalam realitas sehari-hari, kita menyaksikan pria kelas menengah ke bawah banyak berperut buncit. Sementara wanita agak minim yang gendut. Instrumen tersebut terjadi karena usai makan malam, si suami langsung duduk mengobrol, menonton televisi atau tidur. Berbeda dengan sang istri. Ia bergerak ke sana ke mari. Membersihkan meja, mencuci piring serta menyapu dapur dilakoninya. Arkian, otot perut perempuan lebih kuat dibandingkan laki-laki.

Momen Feminis
Feminisme erat dengan istilah gender. Kata itu didefinisikan sebagai perbedaan perilaku (behavioral differences). Gender tiada lain jenis kelamin sosial. Sebab, kodrat lelaki dan wanita merupakan produk budaya. Gender tidak permanen. Persepsi dapat berubah sesuai paradigma yang melandasi kultur masyarakat.
Dengan demikian, gender bukan perbedaan sifat paten. Gender tak menyangkut biologis, bukan pula kodrat Tuhan. Gender sekedar proses sosial serta budaya dari masa ke masa. Hatta, golongan feminis menolak konsep pembagian peran sosial yang dikaitkan dengan perbedaan biologis. Feminisme mengeliminasi asumsi bahwa manusia lahir dengan kodrat maskulitas dan feminitas.
Tafsir mutakhir terus diracik demi menggalakkan perjuangan perempuan. Demi menghimpun energi kolektif, wanita lantas memaklumatkan bila 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional. Tanggal tersebut dipilih menjadi momen keberhasilan wanita di bidang politik, ekonomi maupun sosial. Pada 8 Maret 1857 di New York, sejumlah buruh perempuan dari pabrik pakaian serta tekstil melancarkan protes. Demonstrasi berlangsung lantaran kondisi kerja yang buruk. Selain itu, gaji mereka kurang memadai. Polisi lalu membubarkan mereka secara paksa.
Maret 1859, komunitas wanita membentuk serikat kerja. Pada 1910-an dan 1920-an, Hari Perempuan Internasional diperingati di negeri-negeri Barat. Pasca periode tersebut, perayaan tiba-tiba menghilang. Kebangkitan feminisme pada 1960-an akhirnya menghidupkan lagi Hari Wanita Internasional. Pada 1975, PBB mensponsori Hari Perempuan Internasional. Ikhtiar itu mendambakan wanita tidak tersingkir dari gebyar modernitas. Dengan demikian, perempuan yang ditimpa realitas timpang tak terasing dari peradaban.
Pada September 1995 di Beijing, berlangsung Muktamar Wanita Dunia IV (Fourth World Conference on Women) bertopik “Perempuan serta Pembangunan”. Traktat pun disetujui di antara negara anggota PBB untuk memajukan kesetaraan, pembangunan dan perdamaian bagi wanita. Kesetaraan tersebut mencakup kepentingan ekonomi serta sosial.
Pembangunan berkelanjutan dipandang terancam selama perempuan tetap terbelenggu kemiskinan dan ketidakadilan. Dua fenomena itu diyakini hulu segala persoalan. Apalagi, wanita dianggap lembek, penurut, lamban serta layak dipencundangi. Entitas organik tersebut betul-betul dinilai terdesak, terpinggirkan, terbelenggu dan terkalahkan.
Pada 1997, PBB menindaklanjuti Konferensi Beijing. PBB merancang panitia khusus tentang strategi arus utama gender. Futurolog AJ Muslim berfatwa bahwa satu dasawarsa ke depan, perempuan bakal berperan vital dalam kehidupan. Bahkan, konflik masa depan di seluruh dunia akan dipicu oleh dominasi wanita. Konflik bukan antar-negara perihal agama, tribalisme (sukuisme) atau ekonomi.

Bukan P atau W
Sisi-sisi kemuliaan wanita memperlihatkan kalau kaum Hawa memang empu. Elemen itulah yang mendorong komunitas feminis Indonesia lebih senang dengan kata “perempuan”. Pasalnya, morfem tersebut lebih sakti. Kata itu menyiratkan makhluk empu. Sedangkan istilah “wanita” dipandang berkonotasi kurang terpuji. Di dunia hiburan, orang mengenal WTS (wanita tuna susila), bukan PTS (perempuan tuna susila).
Dugem (dunia gemerlap) dengan house music senantiasa riuh oleh wanita penghibur. Pramunikmat tersebut tak dipanggil “perempuan penghibur”.
Aksentuasi istilah “perempuan” mengemuka sesudah Prof Dr Saparinah Sadli mengulasnya pada 2 Februari 1988. Dalam pidato ilmiah pada Dies Natalis Universitas Indonesia, ia lebih memilih kata “perempuan”. Soalnya, lebih bermakna “yang di-empu-kan”. Sementara kata “wanita” dianggap lebih halus. Morfem itu malahan cenderung romantis.
Wacana sesungguhnya bukan penggunaan kata perempuan atau wanita. Disebut apa saja berlian, tentu benda tersebut tetap berkilau. Sama halnya dengan feminisme. Aliran itu berniat mengikis hierarki jenis kelamin. Liberalisasi dengan slogan persamaan hak kemudian digaungkan. Padahal, feminis berasal dari kata “fe-minus” dengan makna “tidak beriman”.
Istilah perempuan atau wanita bukan diskursus yang patut diperbincangkan. Kualitas yang dipersembahkan oleh kaum Hawa justru elok nian untuk terus dicermati. Apalagi, semua sepakat kalau figur perempuan merupakan berkah bagi alam. Mereka merupakan taman indah dengan kupu-kupu cantik berwarna-warni. Keagungan wanita tergambar dari pepatah Arab: “Perempuan bisa memendam cinta selama 40 tahun, tetapi, tidak dapat menyimpan kebencian serta kemarahan walau sekilas”.
Pepatah Tiongkok berbunyi: “Pria adalah kepala keluarga. Sedangkan wanita menjadi leher yang menggerakkan kepala”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kafilah

8

7

Wal-Mart.com USA, LLC
MagaZimple Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
nGikLan Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
OkeStore Theme
Wolpeper Theme
Hosting Unlimited Indonesia
Wal-Mart.com USA, LLC
Premium Wordpress Themes
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC
Lapax Theme
IndoStore Theme
Hosting Unlimited Indonesia
Bizniz Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC