Minggu, 06 November 2011

Prahara Perubahan Iklim 2050

Menyongsong Hari Bumi 22 April 2011
____________________________________________________________________________________________________________________________
Prahara Perubahan Iklim 2050
Oleh Ayu Bella Fauziah
Peminat Kajian Ekologi

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Armida S Alisjahbana menyatakan bahwa perubahan cuaca membuat kenaikan permukaan laut. Ihwal tersebut diutarakan dalam orasi ilmiah wisuda ke-28 Universitas Sahid Jakarta pada 25 Maret 2010.
Ditengarai bahwa pada tahun 2050, ratusan ribu hektar sawah di Indonesia tenggelam. Dalam mengantisipasi ancaman itu, maka, harus dipercepat penelitian tanaman pangan alternatif yang bisa tumbuh di tanah terendam air.
Di abad ini, peningkatan temperatur global naik menjadi 1,4-5,8 derajat Celsius. Indonesia bakal dibekuk perkara semacam kenaikan permukaan air laut. Akibatnya, luapan air akan menggenangi daratan sejauh 50 meter dari garis pantai kepulauan Indonesia pada radius 81.000 kilometer. Bahkan, lebih 405.000 hektar daratan Indonesia diyakini tenggelam. Dengan demikian, ribuan pulau kecil terancam lenyap sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selama ini, belum ada politisi atau ilmuwan Indonesia yang mencemaskan dampak lain perubahan iklim. Kalau air laut meninggi, otomatis sebagian wilayah Indonesia tenggelam. Sementara di Eropa, Belanda termasuk negara yang hampir pasti hilang dari peta dunia. Pasalnya, daratan Belanda paling rendah di Benua Biru.
Bila Belanda tenggelam, berarti penduduknya bakal mengungsi. Ke mana lagi mereka jika tidak ke Indonesia. Kedatangan warga Belanda sama artinya penjajahan jilid kedua. Mental kita sebagai bangsa yang minder menjadi alasan tersendiri bagi Belanda untuk kembali menjajah.
Pada esensinya, tak ada manusia yang sudi terbelenggu dalam penjajahan. Usaha yang wajib didengungkan agar negeri ini aman sentosa ialah bahu-membahu merawat Bumi. Di Indonesia, perusahaan perkebunan dan pertambangan disinyalir acap merusak rimba serta lingkungan. Apalagi, perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin dari Menteri Kehutanan.
Perusakan rimba, terlebih Hutan Lindung, marak terjadi. Dalih mereka yaitu pembangunan jaringan jalan dan infrastuktur. Sedangkan kegiatan pertambangan juga banyak merusak lingkungan. Soalnya, penambang mengeruk tanpa aturan. Mereka tidak mereklamasi lubang bekas tambang. Aspek tersebut lantaran anggaran yang dimiliki minim. Terasa ironis akibat eksplorasi batubara lebih banyak untuk kepentingan negara asing. Sementara kerusakan lingkungan diderita oleh daerah-daerah di wilayah Indonesia.

Kampanye Ekologi
Niat tulus demi merawat Bumi merupakan anugerah bagi cucu-cicit kita. Tak ada manusia yang rela melihat generasi selanjutnya hidup bak kepiting di atas karang. Semua mengidamkan keturunannya hidup sebagaimana kupu-kupu di taman bunga.
Selama 157 tahun ini, suhu permukaan Bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05 derajat Celcius per 10 tahun. 25 tahun terakhir tertera kalau peningkatan temperatur makin ekstrem. Angkanya sudah mencapai 0,18 derajat Celcius per dekade. Fenomena yang terpampang sekarang adalah suhu laut meningkat. Hingga, permukaan laut naik oleh pencairan es. Di lain pihak, salju kian menipis di belahan Bumi utara. Di kota-kota berpantai, emisi karbon dioksida secara sistematis menghancurkan terumbu karang sekaligus mengasamkan air laut.
Bumi terobok-obok gara-gara keseimbangan udara terganggu. Sebagaimana dipahami, angin serta gelombang mengontrol aliran energi dari atmosfer ke laut. Selama kuartal terakhir abad ini, terdeteksi bila kecepatan angin dan ketinggian gelombang laut telah meningkat secara signifikan.
Kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil serta aktivitas pertanian, menghasilkan emisi gas rumah kaca semacam CO2, CH4, N2O dan halokarbon (gas yang mengandung florine, klorin serta bromin). Gas-gas itu terakumulasi di atmosfer. Arkian, terjadi peningkatan konsentrasi yang memaksa Bumi makin kerontang-membara.
Pada 1960-an, ekologi sebagai isu sosial mulai dibincangkan di Barat. Rasionalitas ekologi ialah menyadarkan manusia bahwa efisiensi dan aktivitas ekonomi seyogianya menghasilkan keseimbangan alam. Ekologi menuntun manusia supaya tidak mengeksploitasi alam. Mengeruk secara semena-mena minyak, jenis logam serta uranium sama artinya menghancurkan masa depan generasi berikut. Sebab, mereka tak punya warisan untuk menggerakkan roda kehidupan. Segalanya sudah habis digerogoti generasi sebelumnya yang serakah nian.
Tekad memelihara Bumi merupakan prioritas global. Tanpa hasrat merawat Bumi, berarti malapetaka menunggu di pelupuk mata. Desain budaya yang dibangun akhirnya sia-sia lantaran diterjang kemurkaan alam.
Dewasa ini, kebutuhan dana hijau (green fund) untuk perubahan cuaca adaptasi mencapai 150 miliar dollar AS per tahun. Kalangan aktivis lingkungan kemudian mendengungkan untuk menjalani prinsip gaya hidup hijau (green living) berupa 3R (reduce, reuse, recycle).

Ekonomi Melambat
Pada 26 Maret 2011, Indonesia bersama sejumlah kota di 134 negara mematikan listrik selama satu jam pada pukul 20.30-21.30. Kampanye Earth Hour bertujuan menghemat konsumsi listrik. Tahun 2007 merupakan awal Earth Hour. Kala itu, World Wildlife Fund (WWF) Australia, Fairfax Media bersama Leo Burnett berkolaborasi untuk Kota Sydney. Mereka berharap Earth Hour mengurangi gas rumah kaca sebanyak lima persen di Sydney.
Earth Hour tiada lain sebuah langkah positif bagi kelangsungan planet Bumi. Maklum, listrik membuat temperatur Bumi naik drastis. Bumi yang memanas akhirnya mendatangkan rupa-rupa musibah.
Aktivis ekologi kerap berteriak-teriak jika suhu Bumi yang hangat membuat naik permukaan laut. Di samping itu, durasi kemarau kian panjang. Saat tiba musim hujan, maka, badai yang meliuk-liuk melabrak-ludes pemukiman. Luapan air lantas merangsek tidak terbendung. Banjir tak hanya memaksa warga mengungsi. Banjir ternyata mengancam ketahanan pangan. Pasalnya, jaringan irigasi tidak berfungsi. Akibatnya, distribusi air dari sungai tak optimal.
Wakil Utama Direktur IMF John Lipsky bersabda bahwa efek perubahan iklim makin mencolok. Sebagai umpama yaitu kekurangan air bersih, ketahanan pangan yang rapuh maupun peningkatan resiko kesehatan. Petani repot berproduksi lantaran masa hujan yang singkat. Sedangkan nasib nelayan terkatung-katung oleh permukaan laut yang meninggi.
Ditilik dari sisi kemakmuran, maka, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara diramalkan melambat. Perlambatan hampir tujuh persen per tahun. Perubahan cuaca yang mencederai pertumbuhan ekonomi membuat Asia Tenggara kehilangan nilai setara 6,75 persen GDP per tahun. Negara-negara berkembang Asia Tenggara sangat rawan dengan resiko jangka panjang. Soalnya, memiliki garis pantai yang panjang. Selain itu, menggantungkan hidup pada pertanian, kehutanan dan sumber daya alam.
Bumi cuma satu! Di tangan manusia terletak agenda untuk merawat planet biru ini. Perubahan iklim oleh global warming menjadi ujian politik krusial bagi pemangku kekuasaan. Kalau tidak ada niat serta aksi, niscaya hanya kehancuran yang terus-menerus datang menimpa. Bukan cuma pulau yang banyak tenggelam pada tahun 2050. Peradaban ultra-mutakhir pun sirna oleh amuk perubahan cuaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kafilah

8

7

Wal-Mart.com USA, LLC
MagaZimple Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
nGikLan Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
OkeStore Theme
Wolpeper Theme
Hosting Unlimited Indonesia
Wal-Mart.com USA, LLC
Premium Wordpress Themes
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC
Lapax Theme
IndoStore Theme
Hosting Unlimited Indonesia
Bizniz Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC