Tasawuf
itu Najis
Oleh
Ayu Bella Fauziah
Bidan
Puskesmas Panaikang
Opini
bertajuk “Tasawwuf Itu Akhlak” (Tribun
Timur, 16 Maret 2012), sungguh
menggelikan. Penulisnya berpesan agar jangan memasuki wilayah yang
bukan milik kita. Ekonom seyogianya membahas ekonomi. Bidan pun
demikian.
Ia lalu
berkisah bahwa di Mesir ada tokoh tarekat yang berprofesi pedagang
kaya sukses. Saya tergelitik. Mengapa saudagar tersebut harus sibuk
mengurus sufisme. Kenapa ia tak menekuni saja bisnisnya. Pedagang
sejatinya mengurus jualannya supaya proporsional serta profesional.
Sebab, bidan tidak pantas pula berbicara tasawuf.
Begitu
enteng ia sesumbar perihal spesialisasi ilmu. Di sisi lain, ia
sendiri memorak-porandakan argumentasinya dengan ilustasi juru dakwah
tarekat yang sebenarnya pedagang. Ini plin-plan dan tak konsisten.
Tertoreh
bahwa sufisme merupakan ilmu yang membahas tentang proses penyucian
diri demi mencapai rida Allah. Menekuni mistik Islam berarti harus
menjalani sejumlah tahap seperti tajalli
maupun tahalli.
Fase ini tidak dikenal dalam Islam, tetapi, lazim dalam agama lain.
Hindu,
misalnya, mengenal jenjang idmikarin
yang mirip al-badi al-mutamaiyiz
dalam kebatinan Islam. Prinsip
ahmasa
dalam Hindu dipakai pula dalam tasawuf.
Sebagian
peneliti memaklumatkan jika sufisme ajaran Budha. Soalnya, banyak
struktur tarekat Islam persis ajaran Budha. Sebagai contoh, definisi
nirwana
dalam agama Budha nyaris serupa paham fana
dalam tasawuf.
Ada bukti
valid bila sufisme juga terkontaminasi ajaran Majusi yang menyembah
api. Ihwal ini menjabarkan kalau tasawuf memang aliran amburadul!
Lebih tepatnya, najis!
Tasawuf
Belitan Iblis, pustaka karya Hartono
Ahmad Jaiz begitu menggugah disimak. Ia menginformasikan perjalanan
Imam Syafi’i. Sang imam bersua kelompok sufi atau zindiq yang
membangkang terhadap Tuhan. Pedosa itu berasal dari Persia. Mereka
berpura-pura sebagai kaum Muslim. Komunitas munafik tersebut
mengadakan perkara baru dalam agama berupa assama’
(nyanyian).
Imam Syafi’i
acap membincangkan begundal sufisme. Ia bertitah: “Andai seseorang
menjadi sufi di pagi hari, niscaya sebelum zuhur ia menjadi manusia
dungu”.
Dalam opini
Tribun Timur
termaktub bahwa perbedaan pendapat dalam ilmu keislaman dihargai.
Penulisnya mengutip “hadis” bahwa “perbedaan itu rahmat bagi
umatku”. Harap dimaklumi bahwa ikhtilafu
ummati rahmah adalah hadis palsu!
Sependek
pengetahuan saya, hadis maudhu
ini tak popular di negeri-negeri Arab. Berbeda dengan Indonesia,
hadis palsu tersebut sering dikutip. Beberapa tahun silam, terbit
kitab berjudul Ikhtilafu Ummati
Rahmah. Isinya membahas tuntas
kemungkaran “hadis” itu.
Saya kira,
tidak usah belajar di Mesir untuk tahu kesesatan “hadis” ini.
Pasalnya, bagaimana mungkin perbedaan pendapat dianggap rahmat (kasih
sayang). Jika tasawuf yang 100 persen bid’ah diyakini rahmat,
niscaya planet ini kacau-balau. Nauzubillah!
Hidup Bidan!
Al-Ghazali
dipuja-puji sebagai ulama besar. Disebutkan bahwa Al-Ghazali insan
Sunni, namun, dihargai orang Syiah. Memangnya Syiah itu apa?
Syiah
diracik oleh Thaghut bernama Abdullah bin Saba. Sosok ini merupakan
Yahudi tulen yang berhasrat merusak Islam dari dalam sebagaimana
sufisme.
Dulu orang
mengagumi Al-Ghazali karena referensi masih terbatas. Saat
buku-bukunya ditelaah, ia ternyata pembohong. Ihya
Ulumuddin yang digarapnya di gua
Damaskus berlumur aneka hadis batil.
Dalam metode
sejarah, fakta baru menggugurkan data sebelumnya. Bila dulu
Al-Ghazali disanjung, sekarang ia kian redup di panggung sejarah
keilmuan Islam. Maklum, fakta terkini merontokkan data terdahulu
yang memuji kariernya.
Sutan Takdir
Alisjahbana berhujah bahwa Islam akan maju kalau ide Ibnu Rusyd yang
diadopsi di Timur. Gagasan Al-Ghazali yang rupanya berkembang.
Akibatnya, Islam terbelakang di tengah kedigdayaan Barat.
Tertera di
Tribun Timur
bahwa: “sang maha guru pasti tersenyum dalam kuburnya”. Saya
ingin bertanya, betulkah penulis “Tasawwuf Itu Akhlak” memang
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah atau pendongeng.
Sebab, ia memastikan Al-Ghazali tersenyum karena difitnah.
Apakah
ketika berziarah ke makamnya, penulis tersebut sempat masuk ke liang
lahat si Ghazali. Kemudian duduk-duduk di bangku ngopi
bareng sambil cerita ngalor-ngidul.
Ia lantas melihat mursyidnya tersenyum gara-gara difitnah di Tribun
Timur. Masya Allah!
Siapa yang
memfitnah Al-Ghazali? Harap diingat bahwa orang yang mengerti track
record Al-Ghazali pasti
berkesimpulan jika ia penipu serta pengecut! Para suporternya lalu
bereaksi bila Al-Ghazali difitnah. Ini namanya maling teriak maling.
Sangat
mengherankan bahwa ada orang mengklaim diri ketua cendekiawan,
tetapi, kaku mendayagunakan nalar (bird
brain). Jangan-jangan, saya yang
cuma bidan lebih fokus. Hidup bidan!
Ibadah Thaghut
Ditulis
bahwa Barat tak menghendaki persatuan Islam. Mereka mendukung
pemurnian agama. Saya belum pernah dengar ada grand
design kalau Barat menyokong
pemurnian agama. Mereka justru merecoki kaum Muslim dengan bid’ah
semacam sufisme. Hingga, umat Islam saling menyalahkan.
Tercantum
juga bahwa “dari segi praktik pengamalan, tasawwuf tampak terasa
dalam perilaku nabi dan para sahabatnya”.
Saya
merinding ketakutan tatkala membaca kalimat ini. Betapa jemawa,
lancang serta sombong manusia yang menyatakan sufisme tampak dalam
perilaku Nabi Muhammad.
Perilaku
apa dan bagaimana yang dilakukan Rasulullah sampai ia dituduh
mengamalkan tasawuf. Ingat sebuah hadis shahih. “Siapa berdusta
atas namaku. Ia harus menyiapkan tempatnya di neraka”.
Nabi
Muhammad difitnah melakoni sufisme. Ini betul-betul heboh, dahsyat
serta spektakuler. Apalagi, pelakunya berasal dari Indonesia.
Inilah bentuk-bentuk pembangkangan gerombolan sufi terhadap Islam.
Cecunguk tasawuf doyan sekali menodai martabat Islam dengan takhyul
dan mistisisme. Mereka mengaku Islam, namun, tingkah-polahnya
menistai Allah, Rasulullah serta al-Qur’an.
Talbis
iblis (perangkap setan) telah
mengungkung akal dan hati si pembual. Apalagi, dalih yang dijadikan
dalil yakni fiqh. Dituturkan bahwa tidak ada kata fiqh dalam
al-Qur’an, tetapi, fiqh dipelajari sekarang.
Fiqh berbeda
dengan mistik Islam. Aspek-aspek fiqh terkandung dalam banyak ayat
al-Qur’an serta Hadis. Fiqh dianjurkan berkat dilakukan oleh Nabi
Muhammad bersama para sahabat. Sementara sufisme dipromosikan door
to door oleh Thaghut, datuk
kesesatan dari golongan jin dan manusia.
Dikatakan
lagi bahwa “seakan yang masuk sorga hanya di booking
full oleh kelompoknya”. Harap
dicamkan bahwa penghuni surga ialah penyembah Allah yang patuh kepada
al-Qur’an.
Penganut
tasawuf tak taat kepada al-Qur’an. Pasalnya, merekayasa ibadah
seraya mendesain zikir yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah.
Ibadah serta zikirnya buatan Thaghut!
“Perangi
orang yang tak beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Mereka tidak
mengharamkan apa yang sudah diharamkan oleh Allah serta Rasul-Nya.
Mereka tak beragama secara benar” (at-Taubah:
29).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar