Selasa, 17 April 2012

Tasawuf itu Najis

Tasawuf itu Najis
Oleh Ayu Bella Fauziah
Bidan Puskesmas Panaikang

      Opini bertajuk “Tasawwuf Itu Akhlak” (Tribun Timur, 16 Maret 2012), sungguh menggelikan. Penulisnya berpesan agar jangan memasuki wilayah yang bukan milik kita. Ekonom seyogianya membahas ekonomi. Bidan pun demikian.
      Ia lalu berkisah bahwa di Mesir ada tokoh tarekat yang berprofesi pedagang kaya sukses. Saya tergelitik. Mengapa saudagar tersebut harus sibuk mengurus sufisme. Kenapa ia tak menekuni saja bisnisnya. Pedagang sejatinya mengurus jualannya supaya proporsional serta profesional. Sebab, bidan tidak pantas pula berbicara tasawuf.
      Begitu enteng ia sesumbar perihal spesialisasi ilmu. Di sisi lain, ia sendiri memorak-porandakan argumentasinya dengan ilustasi juru dakwah tarekat yang sebenarnya pedagang. Ini plin-plan dan tak konsisten.
      Tertoreh bahwa sufisme merupakan ilmu yang membahas tentang proses penyucian diri demi mencapai rida Allah. Menekuni mistik Islam berarti harus menjalani sejumlah tahap seperti tajalli maupun tahalli. Fase ini tidak dikenal dalam Islam, tetapi, lazim dalam agama lain.
      Hindu, misalnya, mengenal jenjang idmikarin yang mirip al-badi al-mutamaiyiz dalam kebatinan Islam. Prinsip ahmasa dalam Hindu dipakai pula dalam tasawuf.
Sebagian peneliti memaklumatkan jika sufisme ajaran Budha. Soalnya, banyak struktur tarekat Islam persis ajaran Budha. Sebagai contoh, definisi nirwana dalam agama Budha nyaris serupa paham fana dalam tasawuf.
      Ada bukti valid bila sufisme juga terkontaminasi ajaran Majusi yang menyembah api. Ihwal ini menjabarkan kalau tasawuf memang aliran amburadul! Lebih tepatnya, najis!
      Tasawuf Belitan Iblis, pustaka karya Hartono Ahmad Jaiz begitu menggugah disimak. Ia menginformasikan perjalanan Imam Syafi’i. Sang imam bersua kelompok sufi atau zindiq yang membangkang terhadap Tuhan. Pedosa itu berasal dari Persia. Mereka berpura-pura sebagai kaum Muslim. Komunitas munafik tersebut mengadakan perkara baru dalam agama berupa assama’ (nyanyian).
      Imam Syafi’i acap membincangkan begundal sufisme. Ia bertitah: “Andai seseorang menjadi sufi di pagi hari, niscaya sebelum zuhur ia menjadi manusia dungu”.
Dalam opini Tribun Timur termaktub bahwa perbedaan pendapat dalam ilmu keislaman dihargai. Penulisnya mengutip “hadis” bahwa “perbedaan itu rahmat bagi umatku”. Harap dimaklumi bahwa ikhtilafu ummati rahmah adalah hadis palsu!
      Sependek pengetahuan saya, hadis maudhu ini tak popular di negeri-negeri Arab. Berbeda dengan Indonesia, hadis palsu tersebut sering dikutip. Beberapa tahun silam, terbit kitab berjudul Ikhtilafu Ummati Rahmah. Isinya membahas tuntas kemungkaran “hadis” itu.
      Saya kira, tidak usah belajar di Mesir untuk tahu kesesatan “hadis” ini. Pasalnya, bagaimana mungkin perbedaan pendapat dianggap rahmat (kasih sayang). Jika tasawuf yang 100 persen bid’ah diyakini rahmat, niscaya planet ini kacau-balau. Nauzubillah!

Hidup Bidan!
      Al-Ghazali dipuja-puji sebagai ulama besar. Disebutkan bahwa Al-Ghazali insan Sunni, namun, dihargai orang Syiah. Memangnya Syiah itu apa?
      Syiah diracik oleh Thaghut bernama Abdullah bin Saba. Sosok ini merupakan Yahudi tulen yang berhasrat merusak Islam dari dalam sebagaimana sufisme.
      Dulu orang mengagumi Al-Ghazali karena referensi masih terbatas. Saat buku-bukunya ditelaah, ia ternyata pembohong. Ihya Ulumuddin yang digarapnya di gua Damaskus berlumur aneka hadis batil.
      Dalam metode sejarah, fakta baru menggugurkan data sebelumnya. Bila dulu Al-Ghazali disanjung, sekarang ia kian redup di panggung sejarah keilmuan Islam. Maklum, fakta terkini merontokkan data terdahulu yang memuji kariernya.
      Sutan Takdir Alisjahbana berhujah bahwa Islam akan maju kalau ide Ibnu Rusyd yang diadopsi di Timur. Gagasan Al-Ghazali yang rupanya berkembang. Akibatnya, Islam terbelakang di tengah kedigdayaan Barat.
      Tertera di Tribun Timur bahwa: “sang maha guru pasti tersenyum dalam kuburnya”. Saya ingin bertanya, betulkah penulis “Tasawwuf Itu Akhlak” memang Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah atau pendongeng. Sebab, ia memastikan Al-Ghazali tersenyum karena difitnah.
      Apakah ketika berziarah ke makamnya, penulis tersebut sempat masuk ke liang lahat si Ghazali. Kemudian duduk-duduk di bangku ngopi bareng sambil cerita ngalor-ngidul. Ia lantas melihat mursyidnya tersenyum gara-gara difitnah di Tribun Timur. Masya Allah!
      Siapa yang memfitnah Al-Ghazali? Harap diingat bahwa orang yang mengerti track record Al-Ghazali pasti berkesimpulan jika ia penipu serta pengecut! Para suporternya lalu bereaksi bila Al-Ghazali difitnah. Ini namanya maling teriak maling.
      Sangat mengherankan bahwa ada orang mengklaim diri ketua cendekiawan, tetapi, kaku mendayagunakan nalar (bird brain). Jangan-jangan, saya yang cuma bidan lebih fokus. Hidup bidan!

Ibadah Thaghut
      Ditulis bahwa Barat tak menghendaki persatuan Islam. Mereka mendukung pemurnian agama. Saya belum pernah dengar ada grand design kalau Barat menyokong pemurnian agama. Mereka justru merecoki kaum Muslim dengan bid’ah semacam sufisme. Hingga, umat Islam saling menyalahkan.
      Tercantum juga bahwa “dari segi praktik pengamalan, tasawwuf tampak terasa dalam perilaku nabi dan para sahabatnya”.
Saya merinding ketakutan tatkala membaca kalimat ini. Betapa jemawa, lancang serta sombong manusia yang menyatakan sufisme tampak dalam perilaku Nabi Muhammad.
      Perilaku apa dan bagaimana yang dilakukan Rasulullah sampai ia dituduh mengamalkan tasawuf. Ingat sebuah hadis shahih. “Siapa berdusta atas namaku. Ia harus menyiapkan tempatnya di neraka”.
Nabi Muhammad difitnah melakoni sufisme. Ini betul-betul heboh, dahsyat serta spektakuler. Apalagi, pelakunya berasal dari Indonesia. Inilah bentuk-bentuk pembangkangan gerombolan sufi terhadap Islam. Cecunguk tasawuf doyan sekali menodai martabat Islam dengan takhyul dan mistisisme. Mereka mengaku Islam, namun, tingkah-polahnya menistai Allah, Rasulullah serta al-Qur’an.
      Talbis iblis (perangkap setan) telah mengungkung akal dan hati si pembual. Apalagi, dalih yang dijadikan dalil yakni fiqh. Dituturkan bahwa tidak ada kata fiqh dalam al-Qur’an, tetapi, fiqh dipelajari sekarang.
      Fiqh berbeda dengan mistik Islam. Aspek-aspek fiqh terkandung dalam banyak ayat al-Qur’an serta Hadis. Fiqh dianjurkan berkat dilakukan oleh Nabi Muhammad bersama para sahabat. Sementara sufisme dipromosikan door to door oleh Thaghut, datuk kesesatan dari golongan jin dan manusia.
      Dikatakan lagi bahwa “seakan yang masuk sorga hanya di booking full oleh kelompoknya”. Harap dicamkan bahwa penghuni surga ialah penyembah Allah yang patuh kepada al-Qur’an.
      Penganut tasawuf tak taat kepada al-Qur’an. Pasalnya, merekayasa ibadah seraya mendesain zikir yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah. Ibadah serta zikirnya buatan Thaghut!
      “Perangi orang yang tak beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Mereka tidak mengharamkan apa yang sudah diharamkan oleh Allah serta Rasul-Nya. Mereka tak beragama secara benar” (at-Taubah: 29).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kafilah

8

7

Wal-Mart.com USA, LLC
MagaZimple Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
nGikLan Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
OkeStore Theme
Wolpeper Theme
Hosting Unlimited Indonesia
Wal-Mart.com USA, LLC
Premium Wordpress Themes
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC
Lapax Theme
IndoStore Theme
Hosting Unlimited Indonesia
Bizniz Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC