Selasa, 14 Agustus 2012

Ramadan sebagai Bulan al-Qur'an






Ramadan Sebagai Bulan al-Qur'an
Oleh Ayu Bella Fauziah
Pemerhati Agama


      Perputaran waktu terasa cepat. Kini, kita kembali menjalani hari-hari Ramadan. Bulan suci identik dengan puasa. Salat tarawih juga menjadi ciri khas Ramadan. Sesungguhnya, Ramadan tidak terpisah pula dengan al-Qur'an.
      Puasa begitu afdal bila dihias pembacaan al-Qur'an. Secara teori, puasa melemahkan raga. Sebab, puasa berarti menahan lapar sekaligus haus. Akibatnya, orang repot beraktivitas. Selain itu, membaca saat puasa membuat perut terasa nyeri.
      Teori tersebut rupanya terpatahkan bagi kalangan Mukmin. Puasa tak mengusik pekerjaan sehari-hari. Lapar serta dahaga tidak dikenal oleh hamba sejati Allah. Aspek itu berkat niat tulus demi menjalankan ibadah puasa.
      Sebelum menikmati sahur pertama, maka, niat dipanjatkan. Doa diutarakan agar diberi kekuatan untuk berpuasa selama sebulan. Inilah yang menjadi energi bagi para hamba Allah. Mereka berpuasa, tetapi, tubuhnya tak lemah.
      Di hari biasa, individu yang membaca pasti cepat lemas dan lapar. Penikmat dunia literatur butuh energi buat menelisik kumpulan aksara. Makanan menjaga keseimbangan tatkala mengkaji aneka informasi berwujud kata-kata. Tanpa mengunyah makanan, niscaya orang rumit mencerna teks-teks yang terhampar. Ihwal tersebut jelas lebih parah jika berpuasa. Perut pasti keroncongan minta diisi.
      Fase itu ternyata tidak berlaku bagi Muslim sejati. Ramadan bukan hanya puasa, tetapi, diisi dengan pembacaan al-Qur'an. Mengaji tak semata mengharap berkah Allah. Pasalnya, membaca al-Qur'an justru menguatkan fisik. Makin berjubel ayat yang ditelisik, kiranya kian menyegarkan badan. Dengan demikian, Ramadan memang rahmat (kasih sayang) Allah bagi umat Islam.
      Siapa saja yang mendambakan gairah hidup dan pola hidup sehat wajib bersuka-cita menyambut Ramadan. Lubuk hati mutlak menanamkan komitmen yang konsisten terhadap bulan suci. Maklum, Ramadan merupakan hari-hari puasa serta mengaji. Kolaborasi antara puasa dengan membaca al-Qur'an akan menghasilkan insan takwa. Alhasil, Ramadan laksana kotak harta karun yang mendatangkan berkah. “Puasa lebih baik bagimu andai kamu tahu!” (al-Baqarah: 184).

Umat Pertengahan
      Pasca-Kiamat, semua orang dihimpun di Padang Mahsyar. Di momen tersebut sudah ketahuan identitas tiap individu. Mereka yang beruntung pasti berparas berseri-seri. Sementara pecundang bergelimang dosa terlihat berwajah muram, pekat dan gosong.
      Segenap manusia lantas digiring menuju Shirathal Mustaqim, titian serambut dibelah tujuh. Ada yang lewat secepat kilat. Ada seperti kecepatan kuda sembrani. Ada yang berjalan perlahan. Ada malahan yang merangkak tertatih-tatih. Mayoritas pelintas jatuh ke jurang neraka.
      Orang-orang yang selamat lalu dikumpulkan lagi di sebuah kawasan. Pengikut Nabi Muhammad ditempatkan di barisan terdepan. Sedangkan umat lain antre di belakang. Mereka menunggu giliran di Surga mana hendak ditempatkan.
      Slogan yang acap didengar ialah kaum Muslim merupakan “umat pertengahan”. Dinamakan demikian karena Islam tercantum sebagai agama terakhir. Biarpun begitu, umat Islam justru yang pertama masuk Surga. Arkian, dianggap berada di tengah alias “umat pertengahan”.
      Tiap pengikut Rasulullah yang bakal menuju Surga dikawal rombongan malaikat. Mereka kemudian naik ke sebuah wahana. Malaikat lantas menyuruh hamba bersangkutan membaca ayat Alquran yang pernah dihafalnya di dunia.
      Ketika melantunkan ayat al-Qur'an, maka, wahana tempat ia berpijak segera melesat ke atas. Mereka naik menuju ke Surga. Wahana itu berhenti kalau orang yang mengaji kehabisan hafalan.
      Bila ia cuma hafal satu ayat, berarti ia penghuni surga terbawah. Sementara jika ia hafal seluruh al-Qur'an, maka, ia berada di Surga tertinggi alias Taman Firdaus.
      Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan sabda sang Maha Rasul. “Diinstruksikan kepada Ahli-Qur’an: Baca dengan lantang seraya berirama sebagaimana kamu membacanya di dunia. Sebab, kedudukanmu berada di akhir ayat yang kau baca”.
      Surga Firdaus menjadi impian insan takwa. Di atas Taman Firdaus terletak Arasy. Para nabi bersama rasul tidak ditempatkan di al-Firdaus. Kediaman mereka terhampar di sekeliling Arasy. Surga Firdaus merupakan anugerah terbesar bagi penghafal berikut pengamal al-Qur'an.
      Orang yang pernah satu kali membaca Ayat Kursi diperkenankan pula sekali menatap Wajah Allah. Shahibul Qur’an (kalangan pencinta Alquran) tentu tak terbilang lagi bacaan Ayat Kursi yang pernah didengungkan. Hatta, ia leluasa berkali-kali melihat Allah.
      Sebagaimana dimaklumi bahwa memandang Wajah Allah merupakan puncak kenikmatan di Surga. Menatap Allah merupakan karunia terbesar di seantero Surga.
      Para nabi dan rasul kelak terharu bahagia melihat pahala penghafal al-Qur'an. Jemaah malaikat pun takjub. Soalnya, penghafal al-Qur'an sambung-menyambung memandang Allah. Bahkan, mereka dinikahkan dengan 73 bidadari paling jelita yang bermata jeli. Ia juga memperoleh area seluas klaster (himpunan galaksi) yang komplet dengan rupa-rupa istana bertabur permata. Mereka dikaruniai pula sepetak kebun anggur serta kurma yang luasnya bak galaksi.

Jasad Lestari
      Al-Qur'an yang kita miliki di rumah tidak punya makna kalau hanya dipajang di bufet ruang tamu. Al-Qur'an bukan hiasan, tetapi, bacaan. Al-Qur'an tak berharga bila tidak dibaca dan diamalkan.
Ramadan merupakan momentum buat berinteraksi dengan al-Qur'an. Mengaji berarti merenungkan kebesaran Allah. Alhasil, para pembacanya berkesempatan membersihkan diri. Pribadi yang lalim menjadi alim. Sifat biadab menjelma beradab. Watak penodong berubah penolong. Ibarat kata, karakter manusia berubah dari buaya menjadi buya.
      Selama Ramadan kita berpeluang menjadi komunitas pilihan pewaris Taman Firdaus. Di samping itu, memiliki kesempatan menatap Wajah Allah secara berkelanjutan tanpa jeda.
      Banyak yang melecehkan al-Qur'an sebagai buku biasa. Mereka malahan menuding al-Qur'an belum final sebagai hukum yang diwahyukan. Apalagi, al-Qur'an cuma tersusun menjadi kitab di era Khalifah Umar bin Khattab.
      Orang boleh saja menyerang al-Qur'an, namun, sampai detik ini belum ada bacaan setara al-Qur'an. Manusia bersama jin ditantang membuat satu ayat saja yang serupa al-Qur'an. Sampai pada Ramadan 1433 Hijriah (Agustus 2012) ini, tiada satu pihak yang mau meladeni tantangan al-Qur'an.
      Banyak yang tergoda mengolok-olok al-Qur'an. Padahal, tak sedikit keajaibannya yang dapat disaksikan mata kepala. Sebagai contoh, KH Abdullah Mukmin. Di masa hidupnya ia belajar sambil mengajarkan al-Qur'an. Saat wafat, ia dimakamkan di depan Musalah an-Najat pada 1983. Pada 5 Agustus 2009, kuburnya hendak dipindah lantaran terkena pelebaran jalan.
      Kala makam digali, khalayak terperanjat. Mayat sang kyai tetap utuh. Kain kafan maupun papan tidak rusak kendati terendam lumpur. Bahkan, aroma wangi tercium. Pikiran berasas nalar sederajat Einstein pun pasti mustahil menerima fenomena adikodrati di era Google+ ini.
      Bukan sekali ini jasad insan yang bergaul dengan al-Qur'an tetap utuh. Bukan cuma KH Abdullah Mukmin yang menjadi keajaiban perihal interaksi manusia dengan al-Qur'an. Beribu riwayat keunggulan al-Qur'an telah terkisahkan, tetapi, tetap muncul pengejek al-Qur'an. Gerombolan tersebut tiada lain kalangan munafik yang tak sudi mengklaim kebenaran firman-firman Allah. Mereka mendiskreditkan al-Qur'an gara-gara mata hatinya diluputi kegelapan.
      “Mereka tuli, bisu serta buta. Akibatnya, tidak bisa kembali ke jalan kebenaran” (al-Baqarah: 18).

(Cakrawala, Selasa 14 Agustus 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kafilah

8

7

Wal-Mart.com USA, LLC
MagaZimple Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
nGikLan Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
OkeStore Theme
Wolpeper Theme
Hosting Unlimited Indonesia
Wal-Mart.com USA, LLC
Premium Wordpress Themes
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC
Lapax Theme
IndoStore Theme
Hosting Unlimited Indonesia
Bizniz Theme
Wal-Mart.com USA, LLC
Wal-Mart.com USA, LLC